Apa Akhir perseteruan KPK vs Polri
Hiruk pikuk KPK vs Polri, menurut
beberapa pakar dibidangnya dipicu antara lain oleh terbongkarnya kasus-kasus
korupsi di kepolisian,yang mungkin melibatkan sampai ke pucuk pimpinan
tertinggi Polri. Dugaan ini karena tangan kanan Kapolri yang berbintang dua
ditahan KPK, ada dugaan pucuk pimpinan juga tahu, tapi pura-pura tidak tahu.
Saya secara pribadi pertama kali yang
perlu bertanggung jawab adalah pucuk Pemimpin negara dalam menunjuk para
wakilnya, termasuk ya Kapolri itu yang diangkat presiden. Presiden di pilih
oleh rakyat, sehingga beliau paling legitimatid di seluruh orang dinegeri ini
karena hanya dialah yang dipilih secara langsung. Sehingga ia mempunyai power
untuk menindak para pembantunya jika salah dalam melangkah.
Perekrutan anggota kepolisiaan juga
kental dengan uang suap, kalau mau lulus tes polisi harus mengeluarkan sejumlah
besar uang baru bisa lulus tes, itu sudah menjadi rahasia umum. Sehingga
anggota kepolisian bukan diambil dari benar-benar orang yang punya motivasi
untuk memberantas kejahatan, tapi dari orang yang ingin masuk polisi karena iming-iming
gaji yang besar. Dan juga akses kepemerintahan dan urusan tetek bengek yang
lebih mudah, barangkali juga dalam mencari jodoh anggota polisi lebih diuntungkan
dari kelompok pekerjaan masyarakat lainnya.
Tapi fakta yang tak terbantahkan dari
semua keruwetan di negara ini antara lain, dibandingkan negara lain misal
Selandia Baru tersebutlah sebagai negara terbersih dari korupsi sedunia,
padahal nota bene penduduknya non muslim, namun mereka masyarakatnya anti
korupsi. Kita jadi bertanya apa sih yang mendasari mereka yang begitu anti
korupsi, sementara kita yang mayoritas muslim dalam ajaran agama tegas haram
korupsi, sedangkan mereka belum tentu ada dalam agama yang dianutnya larangan
korupsi. Ternyata dugaan saya yang membuat masyarakat mereka anti korupsi
adalah etika berkehidupan yang berprinsip pada saling menghargai dan saling
tidak ingin merugikan pihak lain.
Para pemimpin kita juga banyak tidak
memberi contoh suri teladan kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak
mempunyai figur yang bisa dijadikan contoh, sehingga masyarakat menjadi
bertindak sendiri, lebih-lebih lagi karena aparat penegak hukum dalam hal ini
kepolisian kurang wibawanya, dikarenakan oknum-oknumnya yang merusak, seperti
terlibat narkoba, korupsi, pelecehan seksual yang gencar di ekspos media massa,
apalagi kebanyakan media massa doyan berita sensasi.
Kepolisian, kejaksaan dan kehakiman
juga sudah tercemar dengan virus korupsi, mafia peradilan, mafia kasus dan
lainnya yang saya sendiri kurang faham, karena bukan bidang saya. Ini juga
sudah menjadi konsumsi publik di media massa akhir-akhir ini. Kalau saya
cermati para pemimpin kita presiden, kepolisian, kehakiman dan kejaksaan tidak
ada keinginan kuat untuk memberantas korupsi dan menyamankan negeri dari
berbagai masalah yang merusak kehidupan bangsa. Perlu dibutuhkan pemimpin yang
powerful bersama seluruh masyarakat untuk sama-sama menjaga ketertiban umum,
bersabar dalam segala urusan, tenggang rasa, teposeliro, toleransi, saling
menghargai, empati, menjaga hak dan kewajiban, berpikir jauh kedepan, tidak
memaksakan kehendak, dll.
Coba kalau masyarakat kita punya pendirian :
kalau dapat saya bantu, kalau tidak bisa saya tidak akan mengganggu. Sedikit
bicara banyak bekerja. Ingatlah apapun yang kita kerjakan yang pasti kita tidak
bisa lari dari kematian, mungkin kita bisa lari dari jaksa, polisi atau KPK.
Dan ingatlah hari tua kita yang renta, pikun, kembali seperti anak-anak,
tergantung orang lan, tidak bisa mengurus diri sendiri. Itulah fakta yang tidak
bisa dibantah. Dan pikirkanlah bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk hidup
setelah mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar